Rahmat Allah SWT yang Berkelanjutan dan Terputus
Rahmat Allah SWT adalah bentuk kasih sayang Allah sebagai Sang Pencipta (Khalik) kepada yang Dia cipta (makhluk). Dia begitu luas terbentang bagi seluruh makhluk di dalam dunia.
Bahkan, Allah SWT menegaskan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatakan kepada orang-orang Yahudi yang berdusta bahwa rahmat-Nya begitu luas:
فَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل رَّبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَٰسِعَةٍ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُۥ عَنِ ٱلْقَوْمِ ٱلْمُجْرِمِينَ
fa ing każżabụka fa qur rabbukum żụ raḥmatiw wāsi'ah, wa lā yuraddu ba`suhụ 'anil-qaumil-mujrimīn
147. Maka jika mereka mendustakan kamu, katakanlah: "Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas; dan siksa-Nya tidak dapat ditolak dari kaum yang berdosa". (Surat al An’am: 147).
Sifat luas tersebut terbentang bagi seluruh makhluk, terlebih bagi manusia. Manusia merupakan sebaik-baik makhluk ciptaan Allah, dia memiliki keistimewaan berupa akal sebagai penimbang dalam melangkah kepada yang bajik ataukah batil.
Rahmat Allah bagi manusia berupa rezeki dan kemaslahatan hidup di dalam dunia, seluruhnya mendapatkan rahmat-Nya, tak terkecuali bagi orang-orang yang tidak beriman kepada-Nya.
Hanya, dari sekian rahmat-Nya, ada yang bersifat terputus dan ada pula yang berkelanjutan.
Muhammad Ali ash-Shabuni dalam kitab Shafwatut Tafaasir memaparkan dua kata akan sifat rahmat Allah dalam surat al-Fatihah, yakni ar-Rahman dan ar-Rahiim.
Ar-Rahman yang berarti zat yang memiliki rahmat yang agung yang bisa saja terputus sedangkan ar-Rahiim bermakna zat yang memiliki rahmat yang kekal selamanya dan berkelanjutan.
Ar-Rahman yang berarti zat yang memiliki rahmat yang agung yang bisa saja terputus sedangkan ar-Rahiim bermakna zat yang memiliki rahmat yang kekal selamanya dan berkelanjutan.
Dan, Khattabi menambahkan, ar-Rahman, yakni zat yang memiliki rahmat yang luas yang terbentang bagi seluruh makhluk dalam hal rezeki dan kemaslahatan hidup mereka dan kata ini mencakup seluruh umat, baik mukmin maupun kafir. Sedangkan, ar-Rahiim hanya spesifik untuk umat mukmin semata.
هُوَ ٱلَّذِى يُصَلِّى عَلَيْكُمْ وَمَلَٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۚ وَكَانَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
huwallażī yuṣallī 'alaikum wa malā`ikatuhụ liyukhrijakum minaẓ-ẓulumāti ilan-nụr, wa kāna bil-mu`minīna raḥīmā
43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS al-Ahzab : 43).
Sifat rahmat Allah yang lain adalah dekat. Kedekatan di sini memiliki hukum kausalitas, yakni yang mendekati akan didekati. Allah mendekati siapa pun yang mendekati-Nya.
Jarak tempuh kita dalam mendekati Allah memengaruhi jarak tempuh Allah mendekati kita. Saat kita mendekati-Nya sejengkal, Allah akan membalas dengan sehasta. Saat sehasta, Allah mendekati kita sedepa dan seterusnya.
Mendekati rahmat Allah tergolong mudah, cukup dengan menebar kebaikan bagi orang lain, kita sudah mampu menggapai rahmat-Nya yang bersifat dekat. Kebaikan adalah wujud manifestasi keimanan kita kepada Allah SWT.
Keduanya harus berjalan selaras karena apatah arti keimanan yang kuat tanpa kita imbangi dengan kebaikan, begitu juga kebaikan tanpa keimanan, akan bersifat sia-sia.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
wa lā tufsidụ fil-arḍi ba'da iṣlāḥihā wad'ụhu khaufaw wa ṭama'ā, inna raḥmatallāhi qarībum minal-muḥsinīn
56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS al-A'raf : 56).
Rasulullah SAW juga mempertegas dalam haditsnya:
ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
''Sayangilah siapa pun yang ada di bumi maka akan menyayangimu zat yang ada di langit.'